JAKARTA
.MBM- Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) merelis Awal Februari mendatang, akan ada komet yang melintas dekat Bumi. Bahkan komet ini dapat diamati tanpa menggunakan alat bantu optik! Komet ini bernama C/2022 E3 (ZTF). ZTF, singkatan dari Zwicky Transient Facility, adalah nama dari sebuah fasilitas pengamatan astronomis dengan medan pandang yang lebar, yang menggunakan kamera yang terhubung dengan teleskop Samuel Oschin di Observatorium Palomar, California, Amerika Serikat. Komet ini pertama kali diamati pada 10 Juli 2021.
Peneliti Pusat Riset (PR) Antariksa BRIN, Andi Pangerang menyebutkan bahwa komet ini hanya melintas satu kali dalam seumur hidup dikarenakan orbitnya yang berbentuk hiperbola. Orbit hiperbola adalah orbit yang mempunyai nilai kelonjongan atau eksentrisitas lebih besar dari satu, sehingga membentuk kurva terbuka di kedua titik fokusnya. Bandingkan dengan orbit parabola yang kelonjongannya tepat bernilai satu, maupun orbit elips yang kelonjongannya antara 0 hingga 1.
Andi mengungkapkan, komet ini diperkirakan akan melintas dekat Bumi pada 02 Februari pukul 00.32 WIB / 01.32 WITA / 02.32 WIT pada jarak 42.472.000 km dari Bumi. Saat melintas dekat Bumi, komet ini sudah dapat disaksikan di seluruh Indonesia sejak tanggal 1 Februari pukul 18.30 hingga 2 Februari pukul 02.30 waktu setempat (sesuai zona waktu masing-masing) dari arah Utara dekat konstelasi Camelopardalis. Untuk DKI Jakarta dan sekitarnya, komet ini mencapai titik tertingginya pukul 21.53 WIB dengan ketinggian 11,9 derajat. Saat mencapai titik terdekat, komet ini terlihat di arah Utara dengan ketinggian 7,4 derajat untuk DKI Jakarta dan sekitarnya. Untuk wilayah Indonesia Timur, komet akan terbenam saat mencapai titik terdekat dengan Bumi.
Kecerlangan komet ini saat melintas dekat Bumi mencapai +4,94. Sehingga, komet ini memungkinkan dapat diamati menggunakan mata kepala untuk wilayah berpolusi cahaya sangat rendah (daerah pedalaman) hingga ringan (daerah pedesaan). Sementara, untuk wilayah berpolusi cahaya sedang (daerah pinggir kota / suburban) hingga tinggi (daerah perkotaan/urban) cukup sulit mengamati komet ini.
Komet ini akan mencapai titik terdekatnya dengan Matahari, atau perihelion pada 13 Januari pukul 06.48.49 WIB / 07.48.49 WITA / 08.48.49 WIT pada jarak 166.387.000 km dari Matahari. Sayangnya, saat mencapai perihelion, komet ini bermagnitudo +6,72 sehingga belum bisa diamati dengan mata kepala. Komet ini dapat disaksikan untuk wilayah pedalaman dan pedesaan sejak 16 Januari pukul 02.30 hingga 05.30 waktu setempat dari arah Timur Laut dekat konstelasi Bootes. Ketinggian maksimum mencapai 30,7 derajat untuk DKI Jakarta dan sekitarnya. Waktu terbit komet ini akan lebih cepat setiap harinya, dan pada 29 Januari, komet ini akan terbit di sekitar tengah malam di arah Utara dekan konstelasi Ursa Minor.
Pada tanggal 29 Januari, komet akan terlihat dua kali, yakni saat tengah malam dan pada pukul 23.00 waktu setempat. Pada tanggal 30 Januari, komet akan terbit pada pukul 21.00 waktu setempat dari arah Utara dekat konstelasi Draco. Sedangkan, pada tanggal 31 Januari, komet akan terbit pada pukul 19.00 waktu setempat dari arah Utara dekat konstelasi Camelopardalis.
Hingga tanggal 30 Januari, komet dapat disaksikan hingga pukul 05.30 waktu setempat di arah Utara. Sejak tanggal 31 Januari, komet terbenam pukul 04.00 waktu setempat dan waktu terbenam komet akan lebih cepat setiap harinya. Sedangkan, sejak tanggal 1 Februari, ketampakan awal komet selalu terjadi setelah Matahari terbenam dikarenakan waktu terbit komet terjadi sebelum Matahari terbenam.
"Memang agak berbeda dengan narasi yang beredar, utamanya terkait dengan periode komet yang diduga terakhir kali muncul saat zaman neanderthal (260 ribu tahun silam). Poin utamanya adalah, komet ini tidak dapat ditentukan periodenya meskipun gerak harian (daily motion)-nya dapat ditentukan. hal ini karena bentuk orbit yang hiperbola sehingga terdapat dua titik lenyap yang letaknya berada di jarak tak berhingga," ujar Andi.
Ia melanjutkan bahwa gerak harian komet ini sekitar 1/74 detik busur per hari. kemungkinan angka 260.000 tahun ini diperoleh dari 1.296.000 detik busur (360°) dibagi dengan 1/74 detik busur per hari sehingga diperoleh 96 juta hari atau setara 260.000 tahun. "Ada kemungkinan komet ini tidak berasal dari awan oort, gudangnya komet dan asteroid transneptunus di sabuk kuiper, melainkan dari tatasurya lain. yang berarti, komet ini diduga adalah komet antarbintang (interstellar) seperti oumuamua," ungkapnya.
Komet ini dapat diamati tanpa menggunakan alat bantu optik untuk daerah pedalaman dan pedesaan hingga 13 Februari, sejak pukul 18.30 hingga 01.00 waktu setempat dari arah Utara hingga Barat dekat konstelasi Taurus. Komet berkulminasi di arah Utara pada pukul 19.00 waktu setempat dengan ketinggian 64,2 derajat untuk DKI Jakarta dan sekitarnya.
Untuk dapat mengamati komet ini, Kawan dan Sobat cukup mencari tempat yang bebas dari polusi cahaya, medan pandang bebas dari penghalang saat mengamati komet, dan tentunya kondisi cuaca di tempat kalian cukup cerah! Kawan dan Sobat juga dapat mengabadikan komet ini menggunakan kamera DSLR, kamera CCD yang terpasang dengan teleskop dan terhubung dengan laptop/komputer kalian, karena kesempatan mengamati komet ini hanya sekali seumur hidup! Jadi, jangan lewatkan momen ini!
Baca Juga
#Gan | Lapan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar